YpbnII0FN1f46YefAvIEUSgpDWrBERS7WLQQkJGW

SOP PENANGANAN DUGAAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (TPKS)

 

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PENANGANAN DUGAAN TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (TPKS)

 

1. TUJUAN

SOP ini disusun sebagai pedoman baku bagi SD Muhammadiyah Sang Pencerah Metro untuk:

  1. Menciptakan lingkungan sekolah yang Aman, Islami, dan Beradab (sesuai nilai Persyarikatan) dengan kebijakan Nol Toleransi (Zero Tolerance) terhadap segala bentuk kekerasan seksual.
  2. Memastikan penanganan dugaan TPKS dilakukan secara cepat, adil, profesional, dan berpihak penuh pada perlindungan Korban.
  3. Menjamin pemulihan (fisik, psikis, sosial) dan pemenuhan hak-hak Korban, khususnya hak atas pendidikan.
  4. Memenuhi kewajiban hukum sesuai UU TPKS dan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023.

 

2. RUANG LINGKUP

SOP ini berlaku untuk:

  1. Subjek: Seluruh warga sekolah (Siswa, Pendidik/Guru, Tenaga Kependidikan/Karyawan, Komite Sekolah, Orang Tua/Wali) dan tamu yang berada di lingkungan sekolah.
  2. Lokasi: Di dalam area sekolah (kelas, kantor, toilet, lapangan, masjid) dan di luar sekolah selama kegiatan resmi (study tour, kemah HW, lomba).
  3. Waktu: Selama jam sekolah dan di luar jam sekolah jika terkait dengan kegiatan sekolah atau relasi kuasa yang terbangun di sekolah.

 

3. LANDASAN HUKUM DAN IDIIL

  1. Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
  2. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  3. Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
  4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Muhammadiyah.
  5. Qaidah Majelis Dikdasmen PNF Muhammadiyah tentang Sekolah/Madrasah yang Aman dan Ramah Anak.

 

4. PRINSIP-PRINSIP PENANGANAN

Penanganan wajib berlandaskan pada prinsip:

  1. Kepentingan Terbaik bagi Korban: Keselamatan, perlindungan, dan pemulihan korban adalah prioritas tertinggi.
  2. Kerahasiaan (Confidentiality): Menjaga ketat identitas pelapor, korban, dan detail kasus untuk menghindari stigma dan revictimization (viktimisasi ulang).
  3. Keadilan dan Kesetaraan: Menangani kasus tanpa diskriminasi (SARA, status sosial, gender).
  4. Kehati-hatian (Prudence): Tidak menghakimi (non-judgemental) dan menghindari penyebaran rumor.
  5. Akuntabilitas: Proses penanganan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan organisasi (Majelis Dikdasmen).
  6. Larangan Mediasi: Kasus Kekerasan Seksual (yang merupakan tindak pidana) TIDAK BOLEH DISELESAIKAN DENGAN CARA MEDIASI/DAMAI yang mengorbankan hak korban.

 

5. TIM SATUAN TUGAS (SATGAS)

  1. Kepala Sekolah wajib membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) SD Muhammadiyah Sang Pencerah Metro (selanjutnya disebut "Tim Satgas") yang ditetapkan melalui SK Kepala Sekolah.
  2. Tim Satgas terdiri dari unsur: Guru (termasuk Guru BK), Tenaga Kependidikan, dan Komite Sekolah (Orang Tua).
  3. Tim Satgas adalah garda terdepan dalam menerima laporan dan melakukan investigasi awal.

 

6. PROSEDUR PENANGANAN KASUS

A. TAHAP 1: PELAPORAN DAN PENERIMAAN PENGADUAN

  1. Kanal Aduan: Laporan dapat disampaikan melalui:

ü  Lisan/Tatap Muka: Langsung kepada Guru Piket, Wali Kelas, Guru BK, Waka Kesiswaan, Kepala Sekolah, atau anggota Tim Satgas.

ü  Tertulis: Melalui "Kotak Aduan" (jika tersedia).

ü  Digital: Melalui Hotline Aduan PPKS (Nomor WA/Email Khusus yang dikelola Tim Satgas secara rahasia).

2.                  Penerima Laporan (Wali Kelas/Guru/Tim Satgas) WAJIB:

ü  Mendengarkan dengan empati, tenang, dan tidak menghakimi.

ü  Tidak menyalahkan korban (victim blaming).

ü  Segera memisahkan korban dari terduga pelaku (jika situasi mendesak).

ü  Mencatat informasi awal (kronologi singkat, waktu, tempat) secara rahasia.

ü  Segera melaporkan kasus ini (maksimal 1x24 jam) hanya kepada Ketua Tim Satgas atau Kepala Sekolah. Dilarang keras menyebarkan info ke guru/pihak lain yang tidak berkepentingan.

B. TAHAP 2: PENANGANAN DARURAT DAN PERLINDUNGAN KORBAN (PRIORITAS UTAMA)

Tahap ini dilakukan SEGERA setelah laporan diterima.

Tim Satgas/Sekolah WAJIB:

ü  Memastikan Keselamatan: Menjauhkan korban dari terduga pelaku.

ü  Penanganan Medis: Jika diperlukan (kekerasan fisik/dugaan infeksi), Tim Satgas (didampingi orang tua) segera membawa korban ke Puskesmas/Rumah Sakit (RS Muhammadiyah/RSUD) untuk visum dan perawatan.

ü  Pendampingan Psikologis: Menawarkan dan memfasilitasi pendampingan dari Guru BK (jika terlatih) atau Psikolog eksternal (rekomendasi P2TP2A/UPTD PPA).

ü  Menghubungi Orang Tua: Menginformasikan kondisi anak kepada Orang Tua/Wali korban dengan sangat hati-hati dan bijak, tanpa memaparkan detail yang traumatik di awal, dan mengundang ke sekolah untuk koordinasi perlindungan.

 

C. TAHAP 3: INVESTIGASI DAN VERIFIKASI (Oleh Tim Satgas)

  1. Tim Satgas (bukan Kepala Sekolah sendiri) melakukan pemeriksaan internal secara rahasia dan hati-hati.
  2. Wawancara Korban: Dilakukan oleh minimal 2 orang anggota Tim (diutamakan yang berjenis kelamin sama/memiliki keahlian konseling), di tempat aman dan nyaman. Fokus pada penguatan, bukan interogasi.
  3. Wawancara Terlapor (Terduga Pelaku): Dilakukan secara terpisah. Terlapor memiliki hak untuk didengar keterangannya.
  4. Wawancara Saksi: Dilakukan terpisah dan di bawah sumpah kerahasiaan.
  5. Pengumpulan Bukti: (CCTV, tangkapan layar WA, dll, jika ada).
  6. Seluruh proses investigasi harus selesai dalam waktu yang singkat (misal: maksimal 7 hari kerja) dan hasilnya dituangkan dalam Laporan Hasil Investigasi (LHI) yang bersifat RAHASIA.

 

D. TAHAP 4: PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN SANKSI

  1. Tim Satgas memberikan Rekomendasi kepada Kepala Sekolah berdasarkan LHI.
  2. Kepala Sekolah (setelah berkonsultasi dengan Tim Satgas) menimbang temuan dan mengambil keputusan.
  3. Klasifikasi Keputusan:
  • Jika Terbukti Tindak Pidana (UU TPKS):

ü  Sekolah (dengan persetujuan orang tua korban) WAJIB melaporkan kasus ini ke Aparat Penegak Hukum (APH) – (Polisi/UPTD PPA).

ü  Sekolah bukan lembaga peradilan. Penanganan pidana diserahkan ke APH.

ü  Sanksi Internal (jika pelaku adalah warga sekolah) tetap diberikan sambil menunggu proses hukum.

  • Jika Terbukti Pelanggaran Etik/Disiplin Berat (non-pidana):

ü   Diberikan sanksi internal sesuai Statuta Sekolah dan Pedoman Majelis Dikdasmen.

4.                  Sanksi Internal (Contoh):

ü  Jika Pelaku Siswa: Skorsing berat, pembinaan khusus AIK (di luar sekolah), hingga dikembalikan kepada orang tua (dikeluarkan) setelah koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Majelis Dikdasmen.

ü  Jika Pelaku Guru/Karyawan: Pembebasan tugas (skorsing), peringatan keras tertulis, hingga rekomendasi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diajukan ke Majelis Dikdasmen PNF.

 

E. TAHAP 5: PEMULIHAN DAN REHABILITAS

Pemulihan Korban (Wajib):

ü  Sekolah wajib menjamin hak belajar korban tetap terpenuhi (misal: izin khusus, pembelajaran jarak jauh sementara, jaminan tidak bertemu pelaku).

ü  Melanjutkan fasilitasi pendampingan psikologis hingga korban dinyatakan pulih oleh ahli.

ü  Memberikan penguatan AIK (Al-Islam Kemuhammadiyahan) untuk spiritualitas dan ketenangan korban.

  1. Pemulihan Pelaku (jika siswa): Melibatkan program pembinaan karakter dan AIK secara intensif (jika sanksi memungkinkan).
  2. Pemulihan Lingkungan: Melakukan program edukasi/literasi anti-kekerasan dan healing session di kelas/lingkungan yang terdampak (tanpa menyebut detail kasus) untuk memutus rantai rumor.

 

7. PELAPORAN DAN KOORDINASI EKSTERNAL

  1. Kepala Sekolah wajib melaporkan penanganan kasus berat (TPKS) secara rahasia kepada Majelis Dikdasmen PNF PDM Kota Metro.
  2. Sekolah wajib berkoordinasi dengan lembaga layanan eksternal seperti UPTD PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Kota Metro, Dinas Sosial, dan APH (Polres Metro).

 

8. PENUTUP

Demikian SOP ini disusun untuk ditaati dan dilaksanakan dengan penuh amanah dan tanggung jawab oleh seluruh warga SD Muhammadiyah Sang Pencerah Metro demi terciptanya lingkungan pendidikan yang aman, beradab, dan mencerahkan.